Semua Anak Bangsa (Resensi Buku -Spoiler Alerted)
Kita adalah manusia yang berbangsa-bangsa, yang memiliki kedudukan sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah, hanya ego yang membuat kita menjadi lapisan kasta.
diambil dari Gramedia.com |
Annelies Mellema menyerah pada keadaan, sehingga dia pun harus melepas
nyawa dalam perjalanan menuju Nederland. Berita itu disampaikan oleh Panji
Darman pada Minke dan Nyai Ontosoroh lewat surat-surat panjang yang memenuhi
bab-bab awal sekuel novel pertama Bumi Manusia. Bab-bab pertama novel ini
menceritakan tentang kesedihan yang dialami Minke (suami Annelies- yang baru
dinikahi) dan juga Nyai Ontosoroh mengenai keadaan yang menimpa di putri cantik
Indo. Selanjutnya, Minke mulai kembali menjalani kehidupannya di rumah
Wonokromo seperti biasa meskipun dia tidak produktif menulis.
Cerita selanjutnya beralur pada keputusan Nyai Ontosoroh untuk berlibur ke
Tulangan, Sidoarjo di mana dia akan menginap
beberapa hari di rumah saudaranya yang menjadi juru tulis pabrik gula.
Dijelaskan bahwa jabatan juru tulis di pabrik gula merupakan jabatan yang cukup
mentereng di kalangan pribumi waktu itu. Sehingga keluarga Sastro Kassier
merupakan keluarga yang cukup terpandang di kalangan karyawan pabrik gula
pribumi. Meski, bisa dirasakan dengan jelas bahwa bangsa kulit putih Belanda
waktu itu selalu berada lebih tinggi dari kelompok pribumi. Seperti contoh
Sastro Kassier adalah bawahan seorang Tuan Besar Kuasa Administrasi, bernama
Plikemboh –julukan- yang memperlakukannya dengan semaunya sendiri. Di Tulangan,
jelas Minke punya banyak cerita dan pengalaman yang bisa dia tulis dalam
lembar-lembar naskah. Naskah yang dia punya kali ini berbeda dari naskah
biasanya di mana saat ini dia mencoba untuk mengerti bangsanya sendiri
dibanding bangsa Belanda. Minke mulai berinteraksi dengan para petani (baca
Trunodongso) yang untuk kali pertama mengerti penderitaan pribumi Jawa. Pengalamannya
tinggal di rumah Trunodongso dan pengetahuannya tentang cerita pilu Sunarti
(anak Sastro Kassier) dalam upaya untuk menolak transaksi tak
berperikemanusiaan ayahnya dengan Plikemboh menjadi 2 cerita yang sungguh baik
bagi Minke.
Sayang, naskah yang sungguh baik
ini tidak mendapatkan respon yang baik dari ketua redaksi koran di mana Minke
biasanya menulis. Nijman menuduh dan memberikan argumentasi panjang lebar
mengenai resiko yang harus Minke tanggung (dan mungkin juga orang lain) kalau
naskah ini terbit dan dibaca orang. Minke kemudian menjadi ragu terhadap niat
dan janjinya untuk membantu Trunodongso dan mengerti bangsanya.
Cuplikan kisah ini muncul dalam
seri buku kedua seri pulau Buru karangan Pramoedya Ananta Toer. Di sini, Minke
mulai dihadapkan dan dikenalkan dengan berbagai macam tokoh baru seperti Khouw
Ah Soe, pemuda China yang datang ke Hindia belanda dengan tujuan untuk melihat
dunia. Petani Trunodongso, yang melambangkan karakter petani terjajah oleh
Pabrik Gula yang dikuasai modal, Minem – yang mengandung bayi Robert Mellema da
tentu saja tokoh sebelumnya seperti Nyai Ontosoroh, Darsam, Kommer, dan Jean
Marais. Ada juga seorang liberalist Netherland yang Minke temui di kapal dalam
perjalananya menuju Betawi untuk belajar di STOVIA.
Selain tokoh-tokoh ini, setting
mulai bergerak ke tahun 1900-an di mana dijelaskan bahwa Jepang sudah mulai
bergerak untuk berdiri sendiri setara dengan Eropa dan pada akhirnya di Hindia
Belanda, kedudukannya setara dengan orang totok. Peristiwa pemberontakan rakyat
Filipina terhadap penjajah Spanyol juga dimasukkan dengan porsi untuk menggugat
jiwa kebangsaan Minke terhadap kaum dan bangsanya. Ketika saya membaca bagian
ini, ada sebuah urgensi untuk mengetahui secara detil tentang sejarah negeri
Indonesia ini dengan lebih baik. Kalau dalam buku sejarah, kita dijelaskan
bahwa Jepang berhasil menduduki Indonesia selama 3.5 tahun. Ternyata jika kita hubungkan
dengan poin yang Pram tulis di novel ini, pengaruh Jepang itu sudah ada dan
perlahan – lahan merasuki keresahan warga Hindia Belanda awal jauh sebelum
tahun 1941-an. Ada alasan kenapa Jepang bisa menduduki Hindia Belanda dari
Belanda sendiri yang sudah selama 350 tahun bercokol di atas angin.
Akhir bab Semua Anak Bangsa kembali
membawa kita ke ranah pribadi kehidupan Nyai Ontosoroh yang diperlakukan tidak
adil oleh pengadilan putih yang akan merenggut semua hal yang telah dia
upayakan dalam membesarkan perusahaannya. Posisinya sebagai seorang Nyai yang
tidak memiliki payung hukum dalam tatanan pengadilan putih waktu itu membuatnya
harus berjuang sekali lagi untuk berdiri tegak melawan meski hanya menggunakan
kata-kata.
Akhir kata, Semua Anak Bangsa adalah
sekuel yang menarik dan tetap berpegang pada relevansi tema tanpa terjebak
dengan pengulangan narasi. Minke si tokoh utama mulai belajar melihat sesuatu -
yang dulu di Bumi Manusia sesuatu ini hanya menjadi keresahan semata.
N.B: resensi berikutnya akan
ditulis setelah penulis membaca Jejak Langkah
Comments
Post a Comment