Mari Mulai Dari Yang Dekat
Ada sedikit pengamatan ngawur tetapi
mungkin tidak terlalu ngawur tentang sedikit hal dalam masyarakat mengenai
kepedulian kita tentang saudara-saudara kita yang belum beruntung. Untuk
meringankan beban orang lain, kita berlomba-lomba untuk meringankan beban
mereka dengan melakukan kegiatan beramal (menyediakan sekolah gratis,
menghimpun dana, membuat event dll). Hal ini tentu saja sebuah indikasi bagus
dalam menunjukkan solidaritas kemanusiaan kita. Kita peduli dan berharap dengan
kepedulian ini dunia akan menjadi lebih baik.
Lalu dari mana seharusnya kita
memulai berbuat baik? Jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan ini jelas dari
yang dekat dengan diri kita. Saya tidak akan mengutip perkataan Nabi Muhammad SAW
untuk membuat opini saya tentang urutan berbuat baik ini untuk tidak membuatnya
terdengar relijius, meski jika saya menilik lagi esensinya sama. Kenapa harus
dari yang paling dekat? Karena akar dari permasalah yang kita lihat dalam
kehidupan sehari-kita berasal dari ketidakpedulian kita terhadap lingkungan
terdekat kita.
Ada sebuah contoh yang bisa saya
taruh di sini. Ada sekelompok anak-anak muda yang berasal dari berbagai macam
kota di Surabaya yang sangat senang sekali terlibat dalam kegiatan komunitas,
salah satunya adalah membantu anak-anak jalanan mendapatkan akses pendidikan
yang layak. Perbuatan ini tentu sangat mulia mengingat mereka (anak-anak muda)
tidak memiliki keterlibatan sanak keluarga dengan anak-anak jalanan melainkan
karena rasa empati sebagai sesama manusia.
Kenapa sampai harus anak-anak muda
yang berasal dari berbagai kota yang membantu anak-anak ini? Ada apa dengan
orang-orang terdekat mereka?
Ketidakpedulian kita dengan
lingkungan terdekat adalah sumber dari jawaban di atas. Idealnya, jika kita
peduli dengan orang-orang terdekat kita maka hal-hal seperti anak jalanan
kemungkinan tidak aka nada (KEMUNGKINAN). Jika kita mulai berbuat baik secara
urut maka idealnya dimulai dari anggota keluarga dulu. Apakah anak-anak kita
sudah mendapatkan perhatian yang cukup dari kita (cinta, uang, kebaikan dll).
Jika sudah maka kita pindah ke anggota keluarga yang lain. Misal keponakan
tidak punya uang untuk melanjutkan sekolah. Maka kita akan menolongnya. Jika
semua keponakan (katakanlah) sudah tercukupi oleh orang tua mereka, maka
selanjutnya lingkungan tetangga yang harus kita perhatikan. Jika tetangga sudah
mendapat pertolongan maka, penyebaran amal dinaikkan kelingkungan di atas
tetangga, mungkin RT atau RW dan desa dan seterusnya. Dengan menerapkan system seperti
ini maka insya Allah jumlah permasalah sosial bisa terkurangi.
Sangat tidak ideal, jika kita
beramal untuk orang yang jauh tetapi tetangga kita sendiri kelaparan dan tidak
bisa mendapatkan akses pendidikan. Selain melakukan perbuatan yang kurang
efektif, perbuatan seperti ini juga akan menimbulkan keborosan pengeluaran
dalam beramal. Maksudnya? Pengiriman bantuan dari orang yang jauh memerlukan
waktu yang lebih lama, tenaga yang lebih banyak dan menjauhkan hubungan
harmonis antara orang-orang dekat.
Maka untuk menghindari segala
ketimpangan ini, hirearki beramal sepertinya perlu diterapkan.
Hirearki
ini bisa tidak berlaku jika dalam setiap level hirearki, tidak ada yang mampu
untuk melakukan kegiatan beramal. Sehingga pada saat seperti ini, iregularitas
(yang jauh membantu) bisa berlaku.
Catatan : Tulisan ini murni opini
saya.
Comments
Post a Comment