Inferensi dan Sinetron Indosiar


(cocokmologi)


Beberapa minggu lalu, anak tetangga saya datang ke rumah untuk belajar Bhs. Indonesia. Sebagian besar soal yang dia kerjakan adalah mengenai teks bacaan. Untuk soal-soal yang secara gamblang menanyakan tentang isi teks (detailed questions) dia bisa namun untuk soal yang menanyakan tentang makna tersirat dia kesulitan. Akhirnya, saya ajak dia berdiskusi untuk memahami makna kalimat per kalimat, paragraf per paragraf sampai pada satu kesimpulan bahwa ada informasi yang bisa kita ambil meski tidak ditulis dalam teks. Itulah yang dinamakan inferensi.

Terus dia tanya,"Untuk apa kita capek-capek berpikir untuk memahami makna yang tidak terlihat? Saya jawab," Dalam hidup sebenarnya kita sering kok melakukan kegiatan inferensi ini. Contoh ketika kita melihat wajah orang cemberut kita bisa tahu kalau dia sedang kesal. Sebagai tindakan reaksi maka kita tidak akan mengganggunya. Kenapa kita belajar inferensi dalam teks, tujuannya adalah supaya kita bisa peka dengan tulisan seorang penulis karena memang ada hal di dunia ini yang tidak bisa dituliskan secara langsung." Dia kemudian mengangguk dan bilang," ohh. jadi inrefensi itu penting juga untuk membuat kita peka."


Sore hari, ibu saya menonton sinetron Suara Hati Istri di Indosiar yang sering saya 'caci-maki' dengan 'kealaiannya." Kenapa harus ada efek suara yang berlebihan, kenapa plotnya bergerak terlalu cepat. Ini tidak masuk akal, orang itu perlu mencerna sesuatu sebelum bisa berpindah untuk bersimpati atau bahkan berempati dengan karakter."

Malamnya, saya berpikir dan mencoba untuk mengaitkan antara sinetron Indosiar dengan diskusi tadi pagi bersama anak SMA tetangga saya. Ah...ternyata sinetron Indosiar tidak memakai inferensi , mungkin itulah kenapa anak-anak kita selalu malas berpikir jika diharuskan untuk menarik kesimpulan dari sebuah masalah ya? industri persinetronan kita terlalu gamblang menyampaikan emosi. Contohnya salah satu adegan dalam sinetron yang saya sebut sebelumnya adalah ketika ada istri melihat suaminya berbicara dengan cewek lain, dia langsung melabrak si suami. Dan keesokan harinya, suaminya bertengkar dan bilang bahwa wanita itu bukan siapa-siapa. Keduanya kemudian bertengkar. Meski pada akhirnya si wanita itu ternyata istri keduanya yang dinikahinya diam-diam karena muak dengan sikap istrinya yang cuek. Kemudian setelahnya, istri keduanya tidak suka dengan istri pertamanya dan langsung mencari cara untuk menyingkirkannya.


Kenyataannya manusia itu perlu waktu untuk mencerna sesuatu! Mereka perlu ruang untuk duduk kemudian berpikir ulang, mengevaluasi apa yang sebenarnya terjadi dan baru mengambil tindakan, "mungkin perempuan tadi adalah rekan kerja, atau teman. Mungkin mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting." dan kalau misalnya dia berniat untuk melabrak, dia pastinya punya pertimbangan,”bagaimana kalau suamiku tersinggung karena tiba-tiba dilabrak? bagaimana kalau tuduhanku salah?


Bukankah kita perlu inferensi dalam hidup? membaca situasi dari kaca mata lebih lebar kemudian menarik kesimpulan, lalu memutuskan cara terbaik apa yang harus dilakukan. Mungkin itulah gunannya inferensi dalam hidup.


Note : Sekarang ini saya lagi menonton The World of The Married (k-drama) dan melihat banyak inferensi di sana.Pada satu titik, saya menyimpulkan kalau ini mungkin adalah salah satu alasan kenapa drama korea berhasil mengambil hati kita semua. Kita menjadi peka, kemudian ada rasa simpati yang muncul pada cerita dan pada akhirnya, kita jadi ketagihan nontonnya.



Comments

Popular Posts