Wedding Agreement


Review mengandung spoiler
(Kontroversi dalam ranah pribadi)

    17 Agustus 2019, saya bertemu dengan teman / sahabat lama saya di kota pecel bernama Madiun. Ini adalah seperti kegiatan tahunan yang kami lakukan untuk menjaga silaturahmi tetap terjaga. Akhirnya tujuan ini memang cukup berhasil. Dengan bertemu dan saling memandang dan tidur dalam satu kamar hotel dan berbincang hingga mata terasa ngantuk, perasaan untuk tetap melanjutkan hubungan persahabatan/pertemanan ini masih terjaga kuat.
    Okei...
Imdb

    Tujuan lain kami bertemu adalah untuk menonton film berjudul Wedding Agreement.Alasan fundamental kami untuk menonton film ini bukanlah karena kami menyukai cerita bertema Islami dan karena ada Refal Hadi atau karena alasan lainnya. Yang ada kami menonton film ini karena adanya kesamaan cerita yang pernah saya tulis dalam sebuah naskah novel berjudul Demi Kamu (yang sampai saat ini naskahnya masih tersimpan aman di dalam laptop).  
    Jadi sebagian besar review kali ini akan saya gunakan untuk membandingkan cerita Wedding Agreement dengan Demi Kamu. Setelah di bagian akhir, saya akan berusaha seobjektif mungkin untuk memberikan nilai pada film besutan Archie Heckagery ini.
    Kedua cerita memiliki premis yang sama; si pemeran utama lelaki berniat untuk menceraikan istrinya setahun setelah menikah dengan alasan bahwa si lelaki sudah memiliki kekasih lain yang dia cintai sebelum menikah dengan istrinya. Alasan dia menikah di film W. A adalah karena ibunya terkena penyakit kanker dan demi alasan untuk tidak mengecewakan ibunya dan menyelamatkan nyawa ibunya akhirnya Bian (nama karakter lelaki) menyetujui pernikahan lewat jalur perjodohan ini dengan Tari (nama karakter perempuan).Sementara Tari menikah karena alasan beribadah (which I am completely clueless of)
    Sehari setelah menikah Bian memberikan surat kontrak nikah setahun ke hadapan Tari dan berkata jujur kalau dia menikahinya hanya demi ibunya dan sebenarnya dia punya kekasih yang sudah bertunangan dengannya bernama Sarah. Karena kaget tari marah dan terpaksa menerima klausa dalam kontrak yang beberap isinya menyatakan kalau tari tidak wajib menjalankan peran sebagai istri untuk mengurus Bian dan kedua belah pihak bisa menjalani kehidupan masing-masing. Mereka juga tidur di kamar yang berbeda. Pokoknya selama setahun mereka cerai.
    Karena tidak mau mengecewakan  keluarganya dan menodai niat baiknya beribadah dengan menikah Tari berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meski tahu Bian tidak mencintainya dan memiliki wanita lain. Singkat cerita Wedding Agreement berkutat bagaimana Tari mencoba membuat suaminya jatuh cinta padanya dengan berperan baik sebagai seorang istri meski sering diacuhkan dan diselingkuhi oleh Bian. Kadang mereka juga harus berakting di hadapan orang tua untuk menunjukkan bahwa keluarga mereka bahagia. Seperti yang bisa ditebak, lama-lama keduanya jatuh cinta dan kontrak satu tahun tidak jadi dilaksanakan. Meski awalnya Bian bingung memilih antara istrinya atau Sarah, Sarah pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa Bian lebih memilih istrinya dari pada dirinya.
    Sebagai cerita tambahan, Tari merupakan seorang wanita mandiri penguasa roti online yang sukses dengan omset ratusan juta. Sementara Bian adalah seorang kontraktor. Sarah..hmm..entah apa pekerjaannya –sepertinya pekerja kantoran. Tari ini punya sahabat namanya Ami (kalau nggak salah) yang dalam film berperan untuk memberikan bumbu komedi.
    Sekarang akan saya bandingkan dengan cerita dalam novelku. Yoga menikahi Kiara dengan niatan akan menceraikan setelah setahun menikah. Dia harus melakukan hal ini untuk menyelamatkan Wisa (kekasihnya) yang kemungkinan akan kehilangan rumah dan terdepak ke jalanan karena hutang yang ditinggalkan ayahnya karena korupsi.
    Karena tahu ayahnya tidak akan menerima Wisa, Yoga tidak pernah mengenalkan kekasihnya itu pada orang tuanya (bibit bebet bobot bagi keluarga Yoga sangat penting). Setelah menikah Yoga akan mendapatkan warisan dan juga usaha restoran ayahnya sehingga dia merasa ini adalah jalan terbaik yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Wisa.
    Sementara itu Kiara mau menikah dengan Yoga yang dijodohkan dengannya karena kekasihnya tidak jadi menikahinya dan meninggalkannya untuk belajar S2 ke Amrik sementara dia sudah berusia 28 tahun. Yoga juga merupakan cinta bertepuk sebelah tangan Kiara ketika dia masih SMA.
    Singkat cerita, Kiara tahu diri kalau antara dirinya dan Yoga memang bukan dua orang yang saling mencintai jadi ketika mendapati Yoga tidak mau tidur dengannya dia tidak keberatan. Baginya cinta itu butuh proses dan itu juga yang Yoga sering katakan padanya. Bahkan Kiara pun tidak curiga ketika Yoga sering pulang malam dengan alasan banyak pekerjaan di kantor yang dimaklumi Kiara karena memang Yoga baru belajar mengelola usaha restoran ayahnya.
    Meski sebenarnya di belakang semua itu, Yoga sering bertemu dengan kekasihnya Wisa yang dia janjikan akan dia nikahi setahun kemudian.
    Karena sering berinteraksi, Yoga makin lama merasa nyaman dengan istrinya dan bisa dikatakan mulai jatuh cinta. Ini membuat hubungannya dengan Wisa mulai meregang. Ketika usia pernikahan mereka hampir satu tahun, Kiara menemukan bahwa Yoga ternyata hanya ingin menikahinya selama setahun. Dan ini tentu membuatnya syok karena di saat yang bersamaan dia hamil dan Wisa pun nekad melakukan banyak hal untuk mendapatkan Yoga kembali ke sisinya; salah satunya dengan cara bunuh diri.
    Banyak persamaan yang saya lihat dalam film ini; bahkan ada beberapa scene yang saya lihat mengingatkan saya akan ceeita yang saya buat seperti adegan di resto di mana Bian menjanjikan akan menikahi sarah – itu sama dengan adegan di mana Yoga berjanji akan menikahi Wisa setahun lagi. Ada juga scene di mana Sarah mendatangai rumah Bian dan Tari yang sama dengan adegan di novel ketika Wisa datang ke rumah dan bertemu dengan Kiara. Kiara dan tari sama –sama memiliki sahabat dan kedua cerita juga mengetengahkan satu sosok yang tahu hubungan antara Bian/Yoga dengan sarah/Wisa. Ada juga bagian cerita di mana antara Bian –Sarah mulai berpacaran sejak kuliah dan ini sama dengan Yoga dan Wisa yang juga mulai pacaran sejak kuliah.
    Terlepas dari ‘kontroversi’ persamaan cerita saya dengan Wedding Agreement ini tentu banyak juga perbedaannya. Cerita film Wedding Agreement lebih mengangkat tema islami sementara Demi Kamu tidak. Plotnya pun berbeda. Di W.A kontrak nikah diberitahu dio depan sementara D. K membuat perjanjian pernikahan ini hanya menjadi rencana di kepala Yoga dan dijanjikan pada Wisa. Dalam W. A, tari mencoba untuk bertahan menikah meski sudah tahu kalau ada kontrak setahun sementara di D.K, Kiara menjalani pernikahananya dan tidak tahu menahu kalau Yoga sudah merencanakan kontrak satu tahun.
    Secara Objektif, cerita film Wedding Agreement cukup manis. Kita bisa melihat interaksi antara Bian dan Tari yang awalnya tidak suka lama –lama menjadi dekat karena ada beberapa situasi yang membuat mereka menjadi lebih dekat karena tinggal satu atap. Ada sensasi ‘merinding’ yang bisa saya rasakan ketika menonton beberapa adegan romantis mereka. Entah ini karena cerita atau karena kemistri antara Refal Hadi dan Indah Pematasari.
    Hanya saja banyak catatan yang saya dapatkan setelah menonton film ini. Untuk hal ini mungkin saya tidak bisa bersikap obejektif. Latar belakang dan hubungan sebab akibat dalam cerita tidak terlalu kuat. Saya mengkritisi bagaimana seorang Tari yang merupakan wanita mandiri dengan omset ratusan juta rupiah menikah dengan dasar ingin beribadah. Dan ketika tahu suaminya ternyata memberikan kontrak pernikahan di awal, dia justru bersikeras akan menyelamatkan pernikahan mereka karena ingin menjaga nama baik keluarga. Dia juga menjadi sosok yang mengalah dengan perlakuan Bian dan berusaha untuk membuat suaminya itu jatuh cinta padanya.
    Nilai islam menurutku hanya lewat sebagai bumbu saja ‘daya jual’ cerita saja tanpa ada eksekusi maksud yang tercapai dengan penggambaran tari yang religius. Dari awal, tidak terlalu jelas alasan keluarga Bian menikahkan anaknya dengan Tari. Kalau misalnya dia ingin Bian lebih relijius di sini tidak ada penggambaran Bian menjadi orang yang rebel dan antipati sama agama. Yang ada dia hanya kadang harus diingetin sholat jamaah di masjid. Selain itu ayah Bian juga bertato; satu poin yang membuat saya semakin bingun.
    Sarah sebagai orang ketiga dan menurut saya karakter penting dalam cerita ini juga mendapat porsi yang amat sedikit. Padahal dia adalah pemeran yang penting karena menjadi alasan utama bagi Bian untuk memberikan surat kontrak pada Tari. Dia bukan wanita jahat; yang mungkin akan berkoar-koar marah-marah pada Tari sehingga membuat penonton bisa menaruh simpati pada Tari untuk berjuang mempertahankan rumah tangganya. Perjuangan Tari  menyelamatkan rumah tangganya menjadi sebuah misi yang menurut saya’ kurang alasan kuat.” Dan toh pada akhir cerita Bian pun tidak mendapat hukuman atas kesalahan yang dia buat. Dia justru bisa mendapatkan istrinya karena Sarah menerima begitu saja dan anehnya langsung menikah dengan sepupu Bian.
    Setelah saya menonton film ini, saya semakin percaya diri bahwa dengan segala kekurangan saya membuat sebuah cerita, saya masih merasa cerita saya lebih makes sense karena setidaknya setiap karakter memiliki alasan ketika membuat sebuah keputusan hidup. Kalau Wedding Angreement yang masih banyak lubangnya saja bisa difilmkan, mungkin suatu saat nanti saya juga bisa membuat cerita saya ke layar lebar. Aaminn.
     
   
       

Comments

Popular Posts